Idiom yang absurd itu bernama “negara.” Kekuasaan telanjur berbeda dengan negara.
Ia selalu membutuhkan bentuknya yang ril, faktual, dan fisik. Sebab itulah tidak pernah ada kekuasaan yang benar-benar stabil.
Pun tidak ada kekuasaan yang tidak selalu menumpang pada inangnya, negara.
Akibatnya, sebagian besar kita tidak akan mampu memahami apa yang dilakukan Habib Bahar Smith, Said Didu, Farid Gaban, Rustam Buton dan lain-lainnya itu.
Bahkan Din Syamsuddin dan Habib Riziek pun tidak sedang melawan negara. Sebaliknya, juga tidak sedang bermaksud melawan kekuasaan.
Sejarah saja yang selalu memiliki porsi setimpal untuk catatan-catatan yang tidak menyenangkan.