BULUKUMBA,BB – Bagi umat muslim, arah kiblat yang tepat untuk shalat merupakan tuntutan syariah dalam melaksanakan ibadah tertentu. Berkiblat wajib dilakukan ketika hendak mengerjakan shalat dan menguburkan jenazah Muslim.
Menghadap kiblat juga merupakan ibadah sunah ketika tengah azan, berdoa, berzikir, membaca Al-Quran, menyembelih binatang dan sebagainya. Firman Allah SWT:
وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۖ وَإِنَّهُ لَلْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
“Dan dari mana saja engkau keluar (untuk shalat), maka hadapkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram (Ka’bah), dan sesungguhnya perintah berkiblat ke Ka’bah itu adalah benar dari Tuhanmu. Dan (ingatlah), Allah tidak sekali-kali lalai akan segala apa yang kamu lakukan.” (QS. Al-Baqarah : 149)
“Baitullah ( Ka’bah ) adalah kiblat bagi orang-orang di dalam Masjid Al-Haram dan Masjid Al-Haram adalah kiblat bagi orang-orang yang tinggal di Tanah Haram (Makkah) dan Makkah adalah qiblat bagi seluruh penduduk bumi Timur dan Barat dari umatku” (HR. Al-Baihaqi)
“Jika kamu mendirikan shalat, maka sempurnakanlah wudhu, kemudian menghadap kiblat, lalu takbir, kemudian bacalah apa yang kamu hafal dari qur’an, lalu ruku’ sampai sempurna, kemudian i’tidal sampai sempurna, kemudian sujud sampai sempurna, kemudian duduk di antara dua sujud sampai sempurna, kemudian sujud sampai sempurna, lakukanlah yang demikian itu setiap rekaat.” (HR. Abu Hurairah)
Cara Mengetahui Arah Kiblat
Ada beberapa prinsip dasar dalam menentukan arah kiblat, (1) Jika berada di dalam Masjidil Haram, kiblat dengan melihat langsung posisi bangunan Ka’bah (2) Jika berada di luar Masjidil Haram , maka kiblat adalah ke arah Masjidil Haram dan (3) Jika berada di luar kota Mekkah, maka kiblat mengarah ke kota Mekkah (Tanah Haram).
Berdasarkan kebiasaan yang berkembang di masyarakat, terdapat beberapa teknik yang sering digunakan untuk mengetahui ketepatan arah kiblat. Diantaranya adalah menggunakan alat sederhana seperti kompas atau peralatan canggih seperti pesawat GPS dan theodolit. Kini, melalui teknologi penginderaan jarah jauh berupa foto satelit yang disediakan oleh Google via internet menggunakan software Google Earth atau secara online disediakan oleh situs-situs seperti Qibla Locator yang memanfaatkan fasilitas Google Map Api (GMA) kita dengan mudah dapat mengetahui arah kiblat sebuah bangunan masjid secara visual dan jelas. Namun demikian penggunaan kaidah-kaidah tersebut sering terkendala beberapa masalah. Kompas belumlah dikatakan sebagai alat ukur yang presisi.
Sebab dalam penggunaannya, kompas sering mengalami kesalahan. Kesalahan tersebut berupa penyimpangan jarum kompas baik oleh variasi magnetik secara global maupun atraksi magnetis secara lokal oleh logam di sekitarnya. Belum lagi skala kompas biasanya terlalu kasar. Sementara, penggunaan GPS dan theodolit untuk mengukur arah kiblat walaupun bisa mendapatkan hasil yang lebih presisi namun dalam prakteknya kedua peralatan tersebut tidak mudah didapatkan karena harganya yang cukup mahal. Walaupun Google Earth maupun fasilitas qibla locator secara online dapat membantu mengetahui arah kiblat secara visual dengan perhitungan yang sangat akurat, namun piranti tersebut bukan merupakan alat ukur yang presisi di lapangan dan hanya dapat dinikmati oleh kalangan tertentu. Lantas apakah bisa mengukur arah kiblat secara presisi dengan biaya yang murah?
Jawabannya adalah BISA! Yaitu dengan menggunakan fenomena astronomis yang terjadi pada hari yang disebut sebagai “yaumu rashdil qiblat” atau hari meluruskan arah kiblat yaitu hari saat saat Matahari tepat di atas Ka’bah. Fenomena yang terjadi 2 kali selama setahun ini dikenal juga dengan istilah Transit Utama atau Istiwa A’dhom. Istiwa, dalam bahasa astronomi adalah transit yaitu fenomena saat posisi Matahari melintasi di meridian langit. Dalam penentuan waktu shalat, istiwa digunakan sebagai pertanda masuknya waktu shalat Zuhur. Setiap hari dalam wilayah Zona Tropis yaitu wilayah sekitar garis Katulistiwa antara 23,5˚ LU sampai 23,5˚ LS posisi Matahari saat istiwa selalu berubah, terkadang di Utara dan disaat lain di Selatan sepanjang garis Meridian. Hingga pada saat tertentu sebuah tempat akan mengalami peristiwa yang disebut Istiwa A’dhom yaitu saat Matahari berada tepat di atas kepala pengamat di lokasi tersebut.
Matahari tepat di atas Ka’bah pada 27 Mei 2016 jam 12:18 waktu setempat terlihat dari Mekkah
Hal ini bisa difahami sebab akibat gerakan semu Matahari yang disebut sebagai gerak tahunan Matahari. Hal ini diakibatkan selama Bumi beredar mengelilingi Matahari sumbu Bumi miring 66,5˚ terhadap bidang edarnya sehingga selama setahun Matahari terlihat mengalami pergeseran antara 23,5˚ LU sampai 23,5˚ LS. Pada saat nilai azimuth Matahari sama dengan nilai azimuth lintang geografis sebuah tempat maka di tempat tersebut terjadi Istiwa A’dhom yaitu melintasnya Matahari melewati zenit lokasi setempat atau tepat di atas kepala.
Demikian halnya Ka’bah yang berada pada koordinat 21,4° LU dan 39,8° BT dalam setahun juga akan mengalami 2 kali peristiwa Istiwa A’dhom yaitu setiap tanggal 28 Mei pukul 12.18 waktu setempat dan 16 Juli sekitar pukul 12.27 waktu setempat. Jika waktu tersebut dikonversi maka di Indonesia peristiwanya terjadi pada 28 Mei pukul 16.18 WIB dan 16 Juli pukul 16.27 WIB. Kedua tanggal tersebut berlaku untuk tahun-tahun biasa sedangkan khusus untuk tahun kabisat (termasuk 2016) peristiwanya terjadi pada setiap tanggal 27 Mei dan 15 Juli pada jam yang sama.
Dengan adanya peristiwa Matahari tepat di atas Ka’bah tersebut maka umat Islam yang berada radius antara 2.000 km – 10.000 km dari Ka’bah dapat menentukan arah kiblat secara presisi menggunakan teknik bayangan Matahari dengan kaidah sederhana “Jika kita tidak bisa melihat sebuah benda yang berada di bawah sebuah sumber cahaya, maka dengan melihat sumber cahaya itu kita tahu arah keberadaan benda tersebut”.
27 MEI 2016 @ 16:18 WIB MATAHARI TEPAT DI ATAS KA’BAH
ARAH MATAHARI = ARAH KA’BAH (KIBLAT)
ARAH BAYANGAN MATAHARI = ARAH KA’BAH (KIBLAT)
Teknik penentuan arah kiblat pada hari Rashdul Qiblat ini sebenarnya sudah dipakai lama sejak ilmu falak berkembang di Timur Tengah. Demikian halnya di Indonesia dan beberapa negara Islam yang lain juga sudah banyak yang menggunakan teknik ini. Sebab teknik ini memang tidak memerlukan perhitungan yang rumit dan siapapun dapat melakukannya. Yang diperlukan hanyalah sebatang tongkat lurus dengan panjang lebih kurang 1 meter dan diletakkan berdiri tegak di tempat yang datar dan mendapat sinar Matahari. Cara lain adalah dengan menggantung benang atau tali di tempat yang mendapat sinar Matahari tersebut. Lalu pada tanggal dan jam saat terjadinya peristiwa Istiwa A’dhom tersebut maka arah bayangan tongkat atau bayangan benang akan menunjukkan kiblat yang benar.
Daerah terang adalah daerah yang memungkinkan dapat melakukan pengukuran arah kiblat saat Istiwa A’dhom.
Karena di negara kita peristiwanya terjadi pada sore hari maka arah bayangan adalah ke Timur, maka arah bayangan yang menuju ke tongkat adalah merupakan arah kiblat yang benar. Jika anda khawatir gagal karena Matahari terhalang oleh mendung maka toleransi pengukuran dapat dilakukan antara 2 hari sebelum dan 2 hari sesudahnya pada jam yang sama. Satu hal penting yang harus kita perhatikan adalah ketepatan JAM yang kita gunakan hendaknya sudah terkalibrasi dengan tepat. Untuk mengetahui standar waktu yang tepat bisa digunakan tanda waktu saat Berita di RRI, layanan telpon 103, jam GPS atau menggunakan jam atom yang disediakan oleh layanan internet.
Matahari yang terlihat di Indonesia saat fenomena Istiwa A’dhom
Penentuan arah kiblat menggunakan fenomena ini hanya berlaku untuk tempat-tempat yang pada saat peristiwa Istiwa A’dhom dapat secara langsung melihat Matahari. Sementara untuk daerah lain di mana saat itu Matahari sudah terbenam seperti Wilayah Indonesia Timur (WIT) praktis teknik ini tidak dapat digunakan. Maka ada fenomena lain yang dapat digunakan oleh daerah-daerah tersebut sehingga dapat mengetahui arah kiblat secara presisi. Fenomena itu adalah saat Matahari berada tepat di antipode Ka’bah yaitu saat Istiwa A’dhom terjadi di titik Nadir (Antipode) Ka’bah yang terjadi pada setiap tanggal 13 Januari dan 27/28 November.
Bagi yang tidak mendapatkan sinar matahari di zenit ka’bah seperti WIT dan WITA bisa menggunakan posisi matahari saat di nadir ka’bah.
Sebaiknya tidak hanya masjid atau mushalla saja yang perlu diluruskan arah kiblatnya. Mungkin kiblat di rumah kita sendiri selama ini juga saat kita shalat belum tepat menghadap ke arah yang benar. Sehingga saat peristiwa tersebut ada baiknya kita juga bisa melakukan pelurusan arah kiblat di rumah masing-masing. Semoga cuaca cerah. Kita berharap dengan lurusnya arah kiblat kita, ibadah shalat yang kita kerjakan menjadi lebih afdhal dan doanya lebih dikabulkan. Amin.
Sumber: rukyatulhilal.org