Metro

Balla To Kajang, Warisan Budaya Tak Benda yang Ramah Lingkungan dari Bulukumba

Balla to Kajang. FOTO Pemkab Bulukumba

Bulukumba, Beritabulukumba.com – Di tanah subur Bulukumba, di mana tradisi berpadu dengan alam, berdiri Balla To Kajang, sebuah warisan budaya tak benda yang diakui keistimewaannya di Indonesia.

Rumah adat ini tidak sekadar menjadi tempat berlindung, melainkan buah kearifan lokal suku Kajang, yang memelihara harmoni abadi dengan lingkungan.

Nama Kajang sering membangkitkan bayangan tentang budaya mistis, seperti Doti yang legendaris.

Namun, Balla To Kajang berbicara dalam bahasa yang berbeda—sebuah kisah tentang keakraban manusia dengan alam, diwujudkan dalam bentuk arsitektur sederhana namun sarat makna.

Rumah ini dibangun dengan kepekaan terhadap alam, menggunakan bahan-bahan alami seperti daun nipa dan alang-alang untuk atap, serta ijuk dan rotan sebagai pengikatnya.

Lantai dan dindingnya terbuat dari bambu, menggantikan kayu yang penggunaannya sangat diminimalkan.

Sebuah rumah berdiri kokoh hanya dengan tiga balok pasak (padongko) melintang dari sisi ke sisi, disempurnakan dengan balok besar di bagian atas untuk menopang tiang-tiang.

Tiang-tiang ini, yang tertanam setengah depah atau satu siku ke dalam tanah, seakan menjadi perpanjangan dari akar-akar hutan adat, melambangkan hubungan spiritual antara manusia dan pohon-pohon di sekitarnya.

Di Dusun Benteng, kawasan adat Kajang Dalam, pola perkampungan mencerminkan kehangatan kekerabatan.

Rumah-rumah dikelompokkan dalam sistem keluarga inti, menghadap ke barat. Tiap kelompok rumah dipagari oleh pagar hidup atau batu, menciptakan sebuah ruang yang hangat dan tertutup.

Di dalamnya, terdapat tiga rumah atau lebih—satu menjadi tempat tinggal keluarga, sementara yang lain menjadi rumah singgah bagi tamu, sebuah simbol keramahan masyarakat Kajang.

Balla To Kajang juga dihiasi elemen-elemen simbolis yang memancarkan makna mendalam.

Anjungan (anjoang) berbentuk tanduk kerbau atau naga terukir menghiasinya, melambangkan dunia atas dan perlindungan langit.

Sementara itu, struktur bubungan rumah (timba laja) menjadi representasi sistem pemerintahan adat, yang mencakup Ammatowa, Karaeng Tallua, dan Ada’ Limiyya, merefleksikan tatanan kehidupan yang terorganisasi dan bijaksana.

Balla To Kajang tak sekadar tempat tinggal, sebuah warisan yang mengajarkan manusia untuk hidup dalam keseimbangan.

Hingga 2017, Balla to Kajang menjadi Satu dair 594 karya budaya tak benda telah terdaftar sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. ***

Exit mobile version