Hasil sidang isbat diprediksi menetapkan hari raya atau lebaran Idul Fitri 1 Syawal 1437 Hijriyah jatuh pada hari Rabu tanggal 6 Juli 2016 Masehi. Hal itu berdasar kriteria Rukyatul Hilal dan Kriteria Hisab Wujudul Hilal yang digunakan ormas Islam besar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. (Update: 1 Syawal 1437 hasil pemaparan Menteri Agama Lukman Hakim, jatuh pada Rabu tanggal 6 Juli 2016)
Lembaga Rukyatul Hilal Indonesia memaparkan prediksi visibilitas hilal saat 29 Ramadhan 1437 H, atau 4 Juli 2016 Senin hari ini. Kemenag, MUI dan Ormas Islam akan menggelar sidang isbat dan menetapkan kapan jatuhnya tanggal 1 Syawal 1437 H untuk berlebaran Idul Fitri. Pertama menurut Kriteria Rukyat Hilal yang digunakan NU. Data Hilal dari Markas Nasional di Pos Observasi Bulan (POB) Pelabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat ditunjukkan Ijtimak/konjungsi Bulan-Matahari terjadi pada Senin, 4 Juli 2016 pukul 18:02 WIB belum bisa dirukyat.
Teori Visibilitas Hilal terbaru telah dibangun oleh para astronom dalam proyek pengamatan hilal global yang dikenal sebagai Islamic Crescent Observation Project (ICOP) berpusat di Yordania berdasar pada sekitar 700 lebih data observasi hilal yang dianggap valid. Teori ini menyatakan bahwa hilal hanya mungkin bisa dirukyat jika jarak sudut Bulan dan Matahari minimal 6,4° (sebelumnya 7°) yang dikenal sebagai “Limit Danjon”.
Kurva Visibilitas Hilal sebagai hasil perhitungan teori tersebut mengindikasikan bahwa untuk seluruh wilayah Indonesia mustahil hilal dapat disaksikan setelah Matahari terbenam karena sudah di bawah ufuk. Sehingga menurut kriteria rukyat, kondisi tersebut akan mengakibatkan ‘istikmal’ sehingga awal bulan jatuh pada: Rabu, 6 Juli 2016. Di Indonesia, ormas Nahdlatul Ulama (NU) yang menggunakan rukyatul hilal sebagai dasar penentuan awal bulannya mengakui kesaksian rukyat asalkan ketinggiannya di atas “batas imkanurrukyat” 2° bahkan hanya dengan mata telanjang.
Sementara dalam penyusunan kalendernya juga menggunakan kriteria ketinggian hilal 2° tanpa syarat elongasi dan umur Hilal. Pada kondisi hilal di bawah ufuk seperti ini klaim kesaksian hilal tentu akan ditolak, sehingga diberlakukan istikmal dan awal bulan jatuh pada: Rabu, 6 Juli 2016.
Selanjutnya menurut Kriteria Hisab Wujudul Hilal yang diterapkan Ormas Muhammadiyah dalam penyusunan kalender Hijriyah baik untuk keperluan sosial maupun ibadahnya (Ramadhan, Syawwal dan Zulhijjah). Hisab Hakiki Wujudul Hilal” menyatakan bahwa awal bulan Hijriyah dimulai apabila telah terpenuhi tiga kriteria pertama telah terjadi ijtimak (konjungsi), kedua ijtimak (konjungsi) itu terjadi sebelum matahari terbenam, dan ketiga pada saat terbenamnya matahari piringan atas Bulan berada di atas ufuk (bulan baru telah wujud).
Ketiga kriteria ini penggunaannya adalah secara kumulatif, dalam arti ketiganya harus terpenuhi sekaligus. Apabila salah satu tidak terpenuhi, maka bulan baru belum mulai. Atau dalam bahasa sederhanya dapat diterjemahkan sebagai berikut. “Jika setelah terjadi ijtimak, Bulan terbenam setelah terbenamnya Matahari maka malam itu ditetapkan sebagai awal bulan Hijriyah tanpa melihat berapapun sudut ketinggian Bulan saat Matahari terbenam”. Berdasarkan posisi hilal saat Matahari terbenam di seluruh wilayah Indonesia maka syarat wujudul hilal juga tidak terpenuhi, sehingga Muhammadiyah menetapkan awal bulan jatuh pada : Rabu, 6 Juli 2016.